Terobosan UUCK dalam Atur Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Berkeadilan
Jakarta – Beragamnya kebijakan terkait aturan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dari beberapa instansi menimbulkan banyaknya tumpang tindih kebijakan yang berujung pada ketidakadilan pemanfaatan serta penurunan kualitas pemanfaatan SDA. Adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) menjadi titik awal simplifikasi dan sinkronisasi regulasi untuk mengatasi tumpang tindih kebijakan yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana pada Kuliah Umum Webinar Universitas Nusa Bangsa, Rabu (02/06/2021). Suyus Windayana menjelaskan bahwa pada saat penerbitan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), masalah yang berkenaan dengan sumber daya agraria selain tanah belum menjadi hal yang strategis. Hal ini menyebabkan beberapa masalah yang berkenaan dengan penanaman modal, konflik penguasaan serta pemanfaatan sumber daya agraria belum diantisipasi. “Karena tidak diatur dengan jelas sehingga muncullah celah-celah dan menyisakan pekerjaan rumah yang belum selesai,” tambah Suyus Windayana. Tak hanya itu, menurut Suyus Windayana, beberapa faktor seperti perubahan era globalisasi, perubahan kebijakan ekonomi, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), permasalahan ketimpangan juga perubahan arus investasi menjadi latar belakang munculnya kebutuhan akan kebijakan baru untuk mengatasi permasalahan. UUCK hadir mengatasi permasalahan di atas sekaligus sinkronisasi belantara regulasi di pusat maupun daerah. Sebagai tindak lanjut UUCK, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan beberapa Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan; PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penerbitan Kawasan dan Tanah Terlantar; PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang; dan PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. Menurut Dirjen PHPT, juga diterbitkan PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Dan/Atau Hak Atas Tanah yang diprakarsai oleh Kementerian Koordinator Perekonomian. “Terbitnya PP 43/2021 menjadi salah satu penyelesaian ketidaksesuaian apabila ada 1 bidang kawasan yang terjadi tumpang tindih pemilikan antara ijin, kawasan dan hak atas tanah untuk diselesaikan dalam lini waktu masa,” terangnya. Salah satu PP di Kementerian ATR/BPN yakni PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang HPL, HAT, Sarusun dan Pendaftaran Tanah, bertujuan untuk menghapus ketentuan yang sudah tidak relevan, menyempurnakan ketentuan yang masih relevan serta mengatur hal-hal baru sesuai kebutuhan. Menurut Dirjen PHPT, PP 18/2021 mencakup penguatan HPL, penyesuaian HAT, HPL/HAT ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, satuan rumah susun, percepatan pendaftaran tanah dan penertiban administrasi pertanahan, penggunaan dokumen elektronik, perubahan hak dan penyelesaian alat bukti hak lama. Hal senada dipaparkan oleh mantan Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Reforma Agraria, Doddy Imron Cholid. Menurutnya, Presiden sudah mengeluarkan UUCK yang mengatur sinkronisasi regulasi untuk semua sektor khususnya sektor pertanahan dan tata ruang. Menurut Doddy Imron Cholid, salah satu permasalahan yang patut menjadi penyelesaian adalah permasalahan tanah. Ia berharap bahwa adanya UUCK beserta turunannya betul-betul dapat mengurai permasalahan tanah terlantar. “Hal pertama yang dilakukan yakni redistribusi tanah kepada masyarakat yang membutuhkan, kita harapkan tercipta keadilan tentang hal ini,” tutup Doddy Imron Cholid. (*/cr2)