Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Korupsi Yang Mendudukkan Terdakwa Nurdin Abdullah
Makassar – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang mendudukkan terdakwa Nurdin Abdullah, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif di kursi pesakitan, menghadirkan tiga orang kontraktor untuk memberikan kesaksian terkait dugaan gratifikasi dan suap proyek infrastruktur di Sulsel.
Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Makassar, Rabu. masing-masing AM Parakkassi Abidin, John Theodore, dan Andi Kemal.
Selain tiga saksi dari kontraktor itu, empat saksi lain yakni Fajriadi, Sri Ulandari, Nuwardi, dan Henny Diah Taurustiani (istri Andi Kemal) ikut hadir. Sedangkan Mega Putra Pratama, keluarga Nurdin Abdullah tidak hadir.
Dalam keterangannya, saksi AM Parakkassi Abidin menyebut pernah menyerahkan uang kepada Sari Pudjiastuti kala itu masih menjabat Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel sebesar Rp1 miliar.
Uang tersebut diserahkan kepada Sari Pudjiastuti dengan pecahan Rp100 ribu dikemas dalam kardus air mineral. Namun, uang itu baru diserahkan ke yang bersangkutan empat hari setelahnya.
“Uang itu sudah mau dipakai. Ibu Sari datang ke home stay saya. Uang itu lalu saya masukkan ke bagasi belakang mobilnya. Tapi setelah itu, saya tidak berhubungan lagi dengan Sari. Uang itu untuk apa, saya juga tidak tahu,” katanya saat menjawab pertanyaan JPU KPK dalam persidangan.
Kemudian, lanjut Parakkassi, uang tersebut dibawa yang bersangkutan ke rumah keponakannya Sri Ulandari (saksi) di Perumahan Angin Mamiri, Jalan Aroepala eks Hertasning Baru,
diantar Fajar selaku sopirnya (juga saksi)
Saksi Parakkassi menuturkan, selain memberi uang ke Sari Pudjiastuti, ia juga pernah menyerahkan uang sebesar 200.000 dollar Singapura kepada Syamsul Bahri, ajudan Nurdin Abdullah pada bulan Januari 2021.
Saksi kontraktor lainnya Andi Kemal, yang mengerjakan proyek infrastruktur jalan di Bua-Rantepao tahun 2020, membeberkan pernah dimintai uang oleh Edy Rahmat, saat itu menjabat Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel.
“Pernah diminta uang Rp200 juta oleh Pak Edy Rahmat (terdakwa) sekitar Januari atau Februari 2021. Tapi uang tidak cukup, jadi saya hanya kasih Rp50 juta dan transfer ke rekening atas nama Mega, PNS di PUTR yang sering ditemani Pak Edy,” ujarnya.
Selain itu, uangnya juga mengalir ke Syamsul Bahri, ajudan NA sebesar Rp20 juta, dan Rp40 juta ke Sari Pudjiastuti. Permintaan Syamsul untuk kebutuhan pendidikan dan Sari untuk anak-anak (kelompoknya).
“Kalau Syamsul katanya untuk biaya pendidikannya. Itu saya kasih cash di rumahnya. Untuk Bu Sari hanya bilang untuk anak-anak. Mintanya, Rp 50 juta, tapi saya hanya sanggupi Rp40 juta saja. Permintaan itu setelah proyek saya selesai,” ujarnya menjawab pertanyaan JPU.
Sedangkan saksi kontraktor lainnya, John Theodore berdalih mengenal Nurdin Abdullah hanya untuk urusan penjualan marmer dan sewa alat berat bagi pembangunan masjid di Pucak Maros.
“Sempat saya tawarkan marmer dengan harga khusus kepada Pak Nurdin, tapi tidak jadi dibeli. Kalau soal alat berat hanya biaya sewa Rp100 juta, tapi baru dibayar Rp50 juta,” katanya lagi.
Rencananya, sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi akan dilanjutkan pada Kamis, 23 September 2021 di Pengadilan Tipikor Makassar.
(*/cr2)
Sumber: antaranews.com