Strategi PDIP dalam Mencapai Dominasi di Jawa Tengah

Oleh: Nafila Fatin
(Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)

Sudah menjadi rahasia umum bila Jawa Tengah merupakan basis terkuat bagi PDIP. Tak heran Jawa Tengah memiliki julukan tersendiri yaitu “Kandang Banteng” yang sebenarnya bukan arti harfiah dari dua kata tersebut. Banyak sekali bukti yang mendukung bagaimana dominasi PDIP selalu bertahan dari tahun ke tahun, seperti saat jauh 10 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2014, PDIP memenangkan suara pemilu legislatif terbanyak di daerah Jawa Tengah dibandingkan dengan sekian banyaknya daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, bisa dilihat dari perolehan kursi DPRD daerah Jawa Tengah yaitu 31 dari 100 atau sepertiga dari semuanya pada periode 2014-2019 sedangkan partai lainnya hanya memperoleh maksimal 13 kursi. Sisi politik lainnya membuktikan bahwa dari total 35 kota dan kabupaten yang berada di Jawa Tengah, PDIP menempati kepala daerah baik bupati atau wali kota dengan 19 orang kepala. Tidak hanya disitu, pemilihan presiden pada tahun 2014 yang megikutsertakan Jokowi serta Jusuf Kalla sangat terlihat hasilnya mendominasi di daerah Jawa Tengah dengan persentase 66,65% yang amat jauh dengan persentase pasangan lawan yaitu sebanyak 33,35%. Setelah melihat beberapa banyak bukti di atas apakah masih ada dari kalian yang beranggapan bahwa dominasi popularitas dalam dunia politik tidak penting? Anggapan itu harus dipikirkan dan direnungkan kembali, melihat politik di lapangan saat pemilu pasti terlihat partai lainnya yang sibuk menggaet perhatian warga Jawa Tengah agar popularitas nya menjadi dominan layaknya si merah.

Mempertahankan popularitas bertahun-tahun bukan persoalan yang mudah, tetapi si merah masih bisa mempertahankan sejauh ini. Hal ini membuat partai lawan memikirkan berbagai trik untuk bisa menggeser dominasi popularitas PDIP di daerah Jawa Tengah. Karena jika difokuskan kembali, PDIP memang masih mendominasi posisi-posisi penting yang berada di pemerintahan Jawa Tengah entah itu eksekutif maupun legislatif dan hal tersebut juga masih menjadi tantangan besar bagi partai lawan. Bagian eksekutif yaitu Gubernur Jawa Tengah akhir-akhir ini selalu dimenangkan secara berturut-turut sebanyak tiga kali atau dalam dunia permainan disebut triple kill yang dimulai dari Ali Mufiz, kemudian Bibit Waluyo hingga Ganjar Pranowo. Bahkan, Ganjar sekarang dengan mudahnya mencalonkan diri menjadi presiden dan langsung mendapatkan suara terbanyak di Jawa Tengah setelah Prabowo Subianto. Lah kenapa politik kali ini disamakan dengan dunia permainan? Karena yang dilakukan oleh si merah kali ini memang permainan juga, yaitu permainan politik. Jika dilihat bagian legislatif dari total 128 kursi DPR RI yang didapat oleh PDIP pada pemilu tahun 2019, si merah mendapatkan 28 kursi yang disebutkan berasal dari daerah Jawa Tengah padahal mereka hanya berambisi untuk mendapatkan 23 kursi saja.

Saat PDIP di masa triple kill, Ali Mufiz merupakan wakil Gubernur daerah Jawa Tengah periode 2003-2008 dengan perolehan 62 suara dari 99 DPRD daerah Jawa Tengah yang dilakukan pada tanggal 24 Juli 2003. Walaupun awalnya Ali Mufiz diangkat menjadi wakil Gubernur tetapi akhirnya beliau mendapat jabatan Gubernur dikarenakan pasangan nya yaitu Mardiyanto diangkat menjadi Menteri dalam Negeri. Kemudian Bibit Waluyo menjabat langsung sebagai Gubernur daerah Jawa Tengah periode 2008-2013 dengan perolehan 6.084.261 suara yang dimana setelah itu beliau dilantik pada tanggal 23 Agustus 2008 oleh Menteri dalam Negeri yaitu Mardiyanto yang juga sempat menjabat menjadi Gubernur daerah Jawa Tengah. Dilanjut Ganjar Pranowo yang merupakan Gubernur daerah Jawa Tengah selama 2 periode, sejak 2013-2018 dengan perolehan 6.962.417 suara dengan persentase 48,82% dari 3 pasangan kandidat yang mencalonkan. Lalu saat 2018-2023 beliau mendapatkan perolehan 10.362.694 suara dengan persentase 58,78% dari 2 pasangan kandidat yang mencalonkan.

Bukti hasil suara pada saat masa triple kill dapat disimpulkan bahwasanya si merah di daerah Jawa Tengah memang sangat dijadikan prioritas oleh warga daerah tersebut. Tentu saja dengan jejak politik yang telah dilakukan oleh si merah akan membuatnya semakin percaya diri untuk selalu memajang poster kebanggaan nya di setiap sisi daerah Jawa Tengah. Secara tidak langsung ini juga senggolan besar PDIP terhadap partai lawan bahwa dirinya memang tidak akan bisa tegantikan sekaligus musuh terbesar yang akan selalu berada di singgasananya. Anggapan lain dilihat dari sisi warga daerah Jawa Tengah yang pasti akan menganggap bahwa si merah memang selalu memberikan yang terbaik di daerah Jawa Tengah sehingga pemilih muda juga akan selalu memakai stereotip tersebut hingga akhirnya memang akan selalu mewujudkan peningkatan dominasi popularitas PDIP di Jawa Tengah yang tidak akan ada habisnya. Tetapi tentunya PDIP sekarang selalu berinovasi untuk mempertahankan daerah miliknya yaitu si Jawa Tengah.

Sebenarnya apakah alasan utama PDIP sangat mendominasi Jawa Tengah bahkan sampai memiliki julukan dan bukti kuat tersendiri? Tentunya ini semua bagian dari strategi, jadi kita akan mulai membahas strategi apa yang dipakai oleh PDIP.

Strategi PDIP pada bagian legislatif

Pemilu legislatif yang dilakukan pada tanggal 9 April 2014 dimaknakan sebagai ajang berebut simpati. Dimana para calon legislatif akan menghamburkan uang dan membuat citra sebaik mungkin. Pemilu legislatif secara langsung ini diadakan karena adanya perubahan sistem pemilu yang awalnya tertutup dan hanya dipilih oleh internal partai menjadi terbuka, sehingga masyarakat dapat menentukan siapa calon yang berhak menjadi bagian dari legislatif. Masyarakat sebagai pemilih tentu menjadi aspek penting dalam memperkokoh bangunan demokrasi dan bisa menampung aspirasi secara luas.

Diawali dari pembagian wilayah Dapil (Daerah Pemilihan) yang terdiri dari Salatiga, Semarang (Kota), Semarang (Ungaran), dan Kendal. Dapil ini adalah Dapil terpenting karena pusat pemerintahan di Jawa Tengah serta warganya dianggap dinamis dengan sisi perkotaan dicampur sisi tradisional. Berdasarkan hasil pemilu, si merah merupakan partai urutan pertama yang mendominasi. Si merah memiki strategi agar para warga daerah Jawa Tengah mudah teringat dengan tagline nya yaitu “wong cilik” dikarenakan banyak warga daerah Jawa Tengah yang berpenghasilan di bawah UMP yaitu kurang dari satu juta. Dikenal sebagai partai nasionalis dan juga tradisional tentu dapat mencuri perhatian bagi warga campuran desa dengan kota terlebih warga desa. Bukan berarti PDIP hanya mampu menggaet suara warga desa saja tetapi di sisi lain partai ini juga mampu menggaet suara warga daerah Jawa Tengah yang beragama Islam. Hal ini bisa jadi dikarenakan si merah memiliki baitul muslim (sayap organisasi PDIP yang bergerak di bidang agama).
Selain itu, si merah juga menjalankan kampanye secara tatap muka, karena menurut mereka menang atau kalah itu tergantung dari bagaimana menjalankan komunikasi secara langsung antara partai dengan warga daerah Jawa Tengah. Siapa saja yang menjalankan komunikasi tersebut? Antara lain fungsionaris partai, kader partai, Ketua DPC PDIP, para calon legislatif, dan tim sukses calon legislatif. Strategi kampanye ini dianggap strategi andalan karena memperkuat hubungan komunikasi antara partai dengan warga daerah tersebut atau bisa dibilang “merakyat”. Hal ini tentu membuat para warga daerah Jawa Tengah merasa menjadi diperhatikan karena mendapatkan atensi oleh PDIP.

Strategi selanjutnya adalah memunculkan kader-kader dan tokoh spesial yang akhirnya membuat magnet penarik massa pemilih sehingga warga di daerah tersebut menggenalisir bahwa partai politik secara pusat dengan daerah cenderung sama. Kader-kader yang dimaksud adalah Joko Widodo, Ganjar Pranowo, dan Tri Risma serta tokoh yang dimaksud adalah Puan Maharani dan Rieke Dyah Pitaloka.

Asumsi mengenai baik buruknya politik pusat tentu tidak terlepas dari pengaruh media massa terutama televisi. Semua yang disebarkan lewat media massa sangat mempengaruhi jalan pemikiran seseorang entah yang diberitakan benar atau tidak. Tetapi, memang hanya media massa saja yang dapat menyampaikan informasi termasuk informasi mengenai politik secara menyeluruh agar bisa diketahui oleh khalayak umum dengan jarak berapapun itu. Media massa ini juga masuk ke dalam strategi untuk memperlihatkan citra sebaik mungkin secara luas. Misal pemberitaan politik mengenai bagaimana kepemimpinan Joko Widodo, bagaimana kepemimpinan Ganjar Pranowo, dan bagaimana kepemimpinan Tri Risma yang dibungkus secara apik oleh PDIP. Pemberitaan mengenai hal tersebut membuat perhatian penonton terlebih daerah Jawa Tengah menjadi fokus ke partai yang terlihat baik-baik saja yaitu si merah.

Apakah strategi yang dilakukan PDIP pada bagian legislatif hanya berhenti sampai disitu saja? Pastinya ada perkembangan berdasarkan zaman dan juga gaya hidup masyarakat sekitar daerah Jawa Tengah yang kemungkinan besar akan berubah. Perkembangan ini dilakukan lewat evaluasi bertahap, dikarenakan jika strategi yang dilakukan itu-itu saja pasti akan membuat warga daerah Jawa Tengah cepat bosan. Perlunya perkembangan strategi ini untuk membuat suasana baru yang akan membuat warga daerah sana akan terus penasaran dan antusias tanpa dikelilingi rasa bosan. Sebelumnya yang kita bahas merupakan strategi pemilu legislatif pada tahun 2014, kita akan lanjut membahas strategi pemilu legislatif si merah pada tahun 2019.

Sebenarnya tim sukses sudah ada sejak pemilu tahun 2014 tetapi tidak terlalu ditekankan dan bisa dibilang se-ala kadarnya saja sehingga tidak masuk ke dalam strategi penting. Lalu pada pemilu tahun 2019, tim sukses ini mulai dimasukkan ke dalam strategi penting dengan melakukan pembentukan tim sukses di setiap kecamatan yang tentunya akan berpengaruh dalam meningkatkan elektabilitas dan juga suara. Si merah juga menggunakan peran kerabat dan orang yang berpengaruh dalam proses komunikasi politik secara luas hingga terbentuk Tree Communication yang berarti setiap calon legislatif membuat tim suksesnya masing-masing, dan tim sukses ini menyalurkan lewat kerabat serta orang berpengaruh yang akhirnya komunikasi politik ini sampai secara merata bahkan ke pelosok daerah Jawa Tengah sekalipun.

Untuk tetap mempertahankan suara tentu tidak hanya mengandalkan tim sukses, hal lain yang dilakukan adalah pemetaan basis massa. Strategi pemetaan basis massa ini berdasarkan survey kembali terhadap pemilih dengan suara yang tetap antara perbandingan pilihan pemilu yang diadakan sebelumnya dan pemilu yang ingin diadakan. Diharapkan strategi ini membuat para pemilih tidak gampang berpindah hati ke partai lain.

Kemudian kampanye secara tatap muka menurut si merah perlu dibarengi dengan menghadiri warga daerah Jawa Tengah yang membutuhkan. Seperti kucing jika dielus dengan orang yang tidak dikenal pasti akan lari menjauh, maka dekatilah sambil memberinya apa yang dibutuhkan dan membuat ia kenal sehingga perlahan nyaman dengan kita sampai bisa dielus. Itu adalah cara sama yang dilakukan oleh si merah terhadap warga daerah Jawa Tengah yang membutuhkan. Calon legislatif serta tim sukses membaur dengan warga untuk mendengar berbagai perspektif dan juga keluhan untuk ditampung, lalu disampaikan kepada pimpinan Tree Communication untuk dibahas. Rapat tersebut bertujuan dalam menentukan titik tengah dari semua keluhan dan juga membahas biaya pengadaan. Biaya pengadaan ini berfungsi agar semua titik tengah yang akan disalurkan kepada warga berjalan secara maksimal.

Strategi yang tidak kalah hebat dan hanya ada di partai merah adalah dalam peluang akses menjadi calon legislatif. Kita semua tau bahwa penyaringan calon legislatif pada partai politik memiliki kualifikasi yang ketat sebagai pemimpin, namun si merah memiliki cara yang unik untuk mengiming-imingi warga daerah Jawa Tengah yaitu dengan memberikan akses bagi non kader partai baik dari tokoh masyarakat berpengaruh, pengusaha, tokoh adat, bahkan masyarakat umum. Padahal umumnya jika dilihat dari partai politik lain, akses hanya terbuka bagi kader partai itu sendiri. Bisa dibilang kader memang sudah berpengalaman dan lebih menjanjikan dibandingkan masyarakat umum, tapi si merah kali ini berani mengambil konsekuensi dengan membuka akses yang unik sendiri agar tetap mempertahankan suaranya di daerah Jawa tengah. Tentu dengan cara ini membuat masyarakat desa yang mengidolakan tokoh masyarakat umum langsung memberikan suaranyatanpa ragu untuk si merah.

Kemudian mereka juga melakukan sosialisasi profil calon legislatif. Sosialisasi ini berisi perkenalan visi, misi dan pengenalan secara singkat mengenai calon yang diajukan. Hal ini dilakukan dikarenakan melihat situasi banyak lansia yang tidak bisa membaca poster si merah, selain lansia ada beberapa golongan yang diperhatikan juga akibat ekonomi yang kurang dan tingkat pendidikan yang rendah. Sosialisasi ini juga dipakai untuk meluruskan beberapa hal yang tidak sesuai informasi menurut mereka, bisa dibilang sebagai ajang perbaikan citra baik.

Kampanye secara tatap muka atau bisa dibilang sebagai kampanye secara langsung masih dilakukan juga di pemilu legislatif tahun 2019. Tapi menurut si merah selain kampanye secara langsung juga harus dibarengi dengan kampanye secara tidak langsung. Dimana si merah akan masuk ke sekolah-sekolah di setiap kecamatan yang tentunya telah diseleksi dan ditentukan bersama-sama. Biasanya pada upacara bendera hari Senin sambil diselipkan kampanye lewat pidato dan pengarahan kepada siswa-siswi di sekolah tersebut untuk memberikan semangat serta motivasi. Ini akan terlihat bagaimana perhatiannya si merah terhadap siswasiswi dan staff sekolah sehingga membuat citra nya akan terus membaiik. Di sisi lain kampanye tidak langsung ini juga bisa dilakukan melalui pengajian, acara pernikahan dan kesempatan lainnya.

Perbandingan strategi pemilu legislatif yang lama (2014) dengan yang baru (2019)

Persamaannya sama-sama menekankan kampanye secara tatap muka dibandingkan dengan kampanye lewat media massa. Bahkan kampanye tatap muka selalu dikembangkan dengan bungkus atau cara yang baru menjadi lebih menarik. Mereka di dalam hal apapun entah itu kampanye atau hal sebagainya tetap membawa nama kader dan tokoh spesial yang berpengaruh dalam jalannya pemerintahan daerah Jawa Tengah. Ini tentu membuat para warga merasa pasti atau terjanjikan bahwa kerja politik si merah di pemerintah dalam aspek apapun akan selalu unggul dan tidak mengecewakan.

Dilanjut perbedaan strategi yang lama dengan yang baru yaitu pada isi kampanye nya. Dimana pada saat pemilu legislatif tahun 2014 mereka lebih menonjolkan tokoh Soekarno yang merupakan bapak kandung dari Megawati Soekarnoputri serta bagian dari penggerak kemerdekaan Indonesia. Mereka menyampaikan pesan yang bertemakan trisakti Soekarno. Sedangkan pada saat pemilu tahun 2019 si merah fokus menyampaikan pesan yang bertemakan kehadiran dan pendekatan terhadap warga daerah Jawa Tengah yang berisi pembahasan titik tengah keluhan warga dan juga mewujudkan keinginan warga daera Jawa Tengah yang belum tercapai. Mereka juga lebih dalam lagi untuk memperkenalkan calon legislatif agar para pemilih lansia dan juga warga yang berekonomi kurang serta pendidikan yang rendah tetap mengetahui bagaimana kelebihan calon legislatif yang akan dipilih.