Mayjend (Purn) Gautama : 17 Agustus Jangan Sampai di Geser Seperti 1 Muharram

korandetak.com, Jakarta – Pandangan Mayjend (Purn) R. Gautama W.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai PRIMA, mengenai perayaan 76-tahun Indonesia pada tanggal 17 agustus 2021 mendatang.

Dimana ia melihat, belakangan ini situasi pandemi Covid-19, telah membuat pemerintah memperpanjang dua kali PPKM sampai dengan 16 Agustus 2021 mendatang, dan menurut Gautama hal ini akan memiliki dampak yang kurang baik.

“itu yang kita tahu, bahwa hari kemerdekaan ini sakral bagi suatu bangsa di dalam merayakannya,” lugas Gautama saat di wawancarai di Jakarta, (10/08/2021).

“dan keterlibatan masyarakat di dalam merayakanya itu pun merupakan hal yang luar biasa dan telah menjadi tradisi di masyarakat dari tahun ke tahun, dan tentunya dengan PPKM di perpanjang hingga tanggal 16 Agustus 2021 membuat rakyat dan bangsa Indonesia dimanapun tidak akan merasakan semarak dari adanya hari kemerdekaan,” terangnya.

“hal ini tentu juga tidak baik untuk diri kita masing-masing, terutama bagi generasi penerus kita,” ucapnya.

Karena kekhawatirannya, Gautama berharap hal ini tidak terjadi, “jangan sampai seperti satu Muharram yang diundur satu hari sehingga, jangan sampai 17-an ini juga diundur, ini akan membuat Presiden menjadi sangat buruk dimata dunia internasional dan terutama dimata kita sebagai rakyat biasa,” tegas Gautama.

Masih menurut Gautama, “di hari kemerdekaan yang ke-76 tahun ini yang semestinya kita semakin dewasa, semakin kuat, dan semakin besar tentunya dengan situasi politik dan ekonomi hari ini, perkembangan sosial budaya dan pertahanan keamanan kita di semua aspek kehidupan ini, seperti bukan meningkat tetapi justru menurun,” jelasnya.

Gautama pun berharap bahwa Perayaan Hari Kemerdekaan yang ke-76 ini, bisa membawa kesemarakan yang bisa dirasakan oleh semua rakyat dan bangsa Indonesia, “bahwa itulah hari kemerdekaan kita, yang semakin dewasa dan semakin kuat mudah-mudahan.” terangnya.

Akan tetapi Gautama memiliki kekhawatiran mengenai kondisi ini, “kalau kita melihat indikator yang ada belakangan di situasi pandemi ini, kita rasanya sulit untuk bisa merasakan hari kemerdekaan dan ini tentu juga memiliki dampak yang sangat menyedihkan sekali kepada rakyat dan bangsa Indonesia,” tuturnya

Bagaimana dengan tradisi upacara menurut Gautama ?

“mengenai tradisi upacara ini juga pimpinan nasional, mau dari pimpinan TNI atau Polri juga akan tetap melaksanakan upacara ini hanya mungkin disiplin masalah protokol kesehatan, mulai dari memakai masker dan menjaga jarak di antara pasukan yang hadir di sana ya mudah mudahan begitu, karena ini kan suatu kebanggaan yang luar biasa yang setiap rakyat Indonesia yang disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia melalui TV maupun secara langsung, yang merupakan kebanggaan kita, bahwa kita benar-benar bisa merasakan hari kemerdekaan, dan kalau ini tidak dilaksanakan secara offline, saya tidak bisa bayangkan bagaimana kecewanya masyarakat, dimana kebanggaan itu timbul dari upacara itu sendiri dan ada hal-hal yang penting di dalam upacara itu, ritual itu seperti pembacaan pembukaan dan sebagainya itu dan sebelumnya juga ada persiapan yang tentunya berkaitan dengan yang hari kemerdekaan itu sendiri. Jadi kalau saya melihat mudah-mudahan upacara itu tetap dilaksanakan secara offline tapi tetap menjaga dan memperhatikan disiplin masalah protokol kesehatan baik dari pasukan itu sendiri maupun dari yang undangan yang hadir,” ucapnya.

Bagaimana pandangan Gautama dalam melihat tradisi masyakat yang biasa di lakukan di HUT Indonesia ?

“saya melihat bahwa hal-hal tradisi yang yang ada di masyarakat baik yang melibatkan anak-anak maupun orang dewasa, mulai dari RT sampai kelurahan dan desa di seluruh wilayah Indonesia akan melaksanakan tradisi seperti itu tapi sepertinya untuk tahun ini tidak ada, nah karena ada indikasi untuk mengarah kesana tidak ada, ini juga yang kita sayang kan, karena nantinya kemeriahan itu bisa di implementasikan, bisa di rasakan oleh masyarakat kebanyakan ini bahwa menurut saya tetap laksanakan namun dengan kita tetap menjaga protokol kesehatan,” jawabnya

“dan dengan perpanjangan itu sudah mati tidak ada, apa lagi sekarang sudah ditanggal 10 ya kan tinggal satu minggu lagi belum ada kegiatan itu, dan memang pandemi berdampak pada internasional jadi Pemerintah menjaga ini hanya mungkin sebaiknya pemerintah, memberi celah dan memberi peluang untuk kemeriahan acara ini yang bisa dirasakan oleh rakyat kebanyakan tapi ini sepertinya memang sudah di bendung untuk tidak dilaksanakan hiburan-hiburan dan sebagainya yang berkaitan dengan kerumunan, itu mungkin masih bisa diterima, tapi indikasi-indikasi masyarakat bisa merasakan bahwa 17 Agustus ini merupakan hari kemerdekaan ini tidak tampak, yang tampak hanya kesedihan-kesedihan dan kelesuan bukan hanya karena pandemi tapi dari semua aspek kehidupan, bangsa ini sudah ada titik yang mungkin di bawah minus gitu loh,” jelasnya.

“kita juga merasakan bahwa kasihan pada rakyat yang di bawah gitu loh, kenapa? karena kita juga tau bawa perlakuan-perlakuan yang tidak sama dari aparat maupun Satgas di lapangan perlakuanya tidak sama, mungkin S.O.P sudah benar tapi aparat yang di lapangan juga berbeda-beda, seperti contoh aja misalnya kita ke restoran, rumah makan atau ke cafe dimana orang lain tidak berani masuk, kita masuk dan di situ cuma sendiri Apakah harus 20 menit? ternyata makan juga walaupun sendiri cuma boleh 20 menit, nah ini kan lucu-lucuan ya seperti itu jadi ya 17-an untuk tahun ini yang ke-76, ya sangat memprihatinkan dan mudah-mudahan rakyat bisa menerima ini, tapi tentunya juga ada kemarahan pada diri rakyat bahwa pada 17 agustus yang ke-76 ini, hari kemerdekaan kita yang mesti kita rayakan kita bisa rasakan bersama tentunya tidak lepas dari pada disiplin masalah protokol kesehatan,” tutupnya. (rv)