Menparekraf Ingin Indonesia Jadi Pusat Fesyen Muslim Dunia

Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno berharap Indonesia menjadi pusat fesyen muslim dunia karena memiliki modal dan segudang potensi mulai dari SDM, pasar, hingga fesyen desainer yang berkualitas. 

Seperti dilansir dari kemenparekraf.go.id, Menparekraf Sandiaga Uno saat menjadi pembicara kunci dalam acara Indonesian Islamic Youth Economic Forum (ISYEF): Fashion Muslim Indonesia Mendunia yang digelar secara virtual, Minggu (27/6/2021) menjelaskan sumbangsih PDB sektor ekonomi kreatif (ekraf) bagi Indonesia sudah menjadi nomor tiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dengan Hollywood dan Korea Selatan dengan K-POP. 

“Sektor ekraf sudah menyumbangkan PDB sebesar Rp1.100 triliun dari 17 subsektor ekraf, yang didominasi fesyen, kuliner, dan kriya. Jumlah masyarakat muslim kita selama ini hanya menjadi pasar dan kita ternyata banyak mengimpor produk-produk halal. Untuk itu kita harus menjadi pemain bukan menjadi penonton, kita ingin menjadikan Indonesia atau Jakarta sebagai “Moslem fashion capital of the world”. Karena kita memiliki semuanya. Baik desainernya, pasarnya ada, perlu dukungan dari semua untuk mewujudkannya,” katanya. 

Dalam acara Indonesian Islamic Youth Economic Forum (ISYEF) turut hadir, Deputi Pemasaran Kemenparekraf Nia Niscaya, Direktur Kuliner, Kriya, Desain, dan Fesyen Kemenparekraf Yuke Sri Rahayu, Direktur Pemasaran Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Yuana Rochma Astuti, serta para pelaku ekraf subsektor fashion seperti Fahmi Hendrawan, Nanida Jenahara Nasution, dan pemandu acara Atras Mafazi. 

Lebih lanjut, Menparekraf Sandiaga Uno mengutip Data Opus yang menyebutkan dari total PDB sebesar Rp1.100 triliun, sebesar Rp175 triliun disumbang oleh subsektor fesyen.

Sebanyak 33,4 persen pelaku ekraf di Indonesia berasal dari subsektor fesyen, dimana totalnya mencapai 2,5 juta orang.

Nilai ekspor subsektor fesyen juga yang terbesar, total mencapai 15 juta dolar AS pada 2019.

 “Akan tetapi Indonesia menjadi negara ketiga konsumen busana muslim terbanyak setelah Turki dan Uni Emirat Arab. Pasarnya besar, banyak pengusahanya tapi belum banyak ekosistem yang terbangun. Saya yakin anak muda saat ini bisa menjadi lokomotif perubahan kedepan. Lantaran sekarang lebih terbuka, lebih inklusif, dan gerakan ekonomi syariah ini paling dinikmati oleh anak-anak muda,” katanya. 

Sementara itu, salah satu desainer busana muslim Nanida Jenahara Nasution menjelaskan, produk-produk fesyen muslim di tanah air memiliki kualitas yang sangat baik untuk pasar global. 

Namun perlu ada dukungan agar produk-produk tersebut bisa diterima dan mendapatkan tempat di hati masyarakat lokal. Kemudian, butuh kolaborasi semua pihak agar produk muslim yang dibuat bisa mendapat market yang luas. 

“Yang penting adalah bagaimana stay update dengan yang sedang tren, dan sekarang juga adalah zamannya kolaborasi. Kita enggak bisa ingin jadi yang happening sendiri. Sama-sama bergandengan tangan untuk sukses bersama,” ujarnya. (*/cr2)