Kompolnas Hadiri Seminar Deradikalisasi di Ponpes Darussalam, Garut.
Cibatu, Garut – Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), H Mohammad Dawam S.H.I., M.H didampingi Kompol Mardonna Lamtio, S.Pd., M.M., dan Yosef Gaspar M. Da Costa, S.H., menghadiri Seminar berjudul: “Peran Pesantren Dalam Deradikalisasi di Indonesia”, di Pondok Pesantren Darussalam, Kersamanah, Garut, pada Senin (07/10/2024).
Tim Kompolnas disambut hangat oleh Pimpinan Ponpes Darussalam, KH. Asep Deni Fitriansyah, KH. Dr. Devi Muharom Solahudin dan KH. Muhammad Yasyfi. Peserta Seminar teridiri dari para santri dan pengurus Pesantren yang sekurangnya 2000 (dua ribuan) santri laki-laki yang memenuhi ruangan Aula berikut balkon atas hingga meluber dipelataran luar gedung. Adapun para santriwati tidak diikutkan mengingat ketebatasan ruangan yang tersedia. Disamping itu juga terdapat peserta yang hadir yakni dua santri putra dari luar negeri berasal dari New Zeland bersama tim pengajar pesantren.
Dalam kata sambutan KH. Asep Deni Fitriansyah, menyapa secara khusus Tim Kompolnas dalam Seminar yang dihelat dengan menghadirkan Narasumber H. Mohammad Dawam dan Kombes Pol. Ayi Supardan, S.Sos., S.I.K., M.S.i., Alumni Akpol angkatan 93 itu. “Pihak Pesantren Darussalam mengharapkan agar kedepan banyak santri yang bisa menjadi garda terdepan bagi negeri ini khususnya menjadi anggota Polri”, paparnya. Kepada peserta, H. Mohammad Dawam mengucapkan hormat khusus kepada seluruh Pimpinan Ponpes Darussalam dan juga kepada seluruh hadirin dalam agenda seminar ini.
“Kalian sebagai seorang santri telah diberikan bekal ilmu dari Pengasuh kalian semuanya untuk dapat memperoleh dua modal, yakni: modal pemahaman keagamaan dan sekaligus modal pemahaman kebangsaan. Negeri ini dibangun atas dasar dua modal tersebut, maka lahirlah Pancasila yang dirumuskan berbagai komponen bangsa termasuk didalamnya adalah dari kalangan santri. Maka kalian harus bersyukur menjadi seorang santri, yang memahami tentang agama sekaligus memahami tentang konsep kenegaraan, yang tentunya kalian harus tetap mengedepankan adab dan akhlak kepada Guru Pengasuh kalian, dimanapun dan kapanpun kalian berada,” paparnya.
Lebih lanjut, Dawam mengharapkan kedepan Pesantren harus dapat bekerjasama dengan Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum dalam rangka membangun program dalam pelayanan kepada masyarakat.
“Oleh karenanya tidak cukup hanya membangun hubungan spiritual (shilatul-arwaah) saja, harus dikembangkan untuk membangun kerjasama pemikiran (shilatul-afkaar) yang selanjutnya dikembangkan menjadi jalinan kerjasama program yang kongkrit (shilatul-a’maal) demi perbaikan bangsa kedepan.
Sebagaimana hasil penelitian Kompolnas, bahwa Pesantren memiliki potensi peran yang strategis menjadi agen penolakan terhadap paham yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya yang mengarah pada tindak pidana terorisme di Indonesia. Pesantren harus mampu bekerjasama dengan Pemerintah dan aparat keamanan atau penegak hukum dimanapun berada untuk sama-sama menjaga teritorial NKRI dan harkamtibmas didalamnya sekaligus menjaga ideologi Pancasila. Sebagaimana masukan Bapak Konjen Pol.
Ahmad Dofiri saat memberi masukan dalam Penelitian Deradikalisasi di Indonesia, bahwa peran Pesantren sangat strategis baik dari segi sosiologis, kuantitas dan kultur untuk menekan peredaran paham-paham yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya yang biasanya mengarah pada Tindak Pidana Terorisme di Indonesia.
Ada tiga kelompok masyarakat yang penting sekali dikerjasamakan Pemerintah dan aparat penegak hukum dalam meminimalisir paham radikalisme ekstrem atas nama agama dan politik yang pada hakikatnya adalah ingin menggati Pancasila. Tiga kelompok itu adalah satu, Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang terdiri dari para pengurus Mushalla dan Masjid.
Kedua adalah Para Penyuluh Agama, dan ketiga adalah Pesantren. Mengapa Pesantren menjadi sangat penting? Sebab pendidikan Pesantren mengajarkan Ilmu keagamaan yang memiliki sanad Ilmu yang menyambung kepada Rasulullah.
Ilmu yang diajarkan di Pesantren adalah ilmu keagamaan yang sangat baik untuk melakukan Deradikalisasi. Pesantren dimanapun yang memiliki otoritas sanad keilmuan selalu mengajarkan beberapa disiplin ilmu, yakni: Sejarah Peradaban Islam, Perbandingan Perbedaan Hukum Fiqh, Tasawwuf (Etika Pribadi), Ushul Fiqh (Filsafat Hukum Islam), juga ilmu Nahwu-Shorof-Balaghoh (Gramatika Bahasa).
Semisal Gus Baha’ mengembangkan disiplin Kajian Ilmu Tasawuf yang sangat efektif dalam penerapan Deradikalisasi bagi para eks-Napi Teroris di Jawa Tengah yang dilakukan oleh Densus 88 AT Mabes Polri,” jelasnya.
Saat ini Organisasi Jama’ah Islamiyah (JI) telah membubarkan diri dan meminta agar anggotanya dapat dibina oleh Ormas Islam dalam ikut serta membangun negeri.
Oleh karenanya ke depan Pesantren harus dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan Pemerintah dalam menciptakan situasi keamanan nasional yang kondusif, pemersatu umat dan penjaga benteng
Ideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945 sekaligus menjadi mesin penggerak keamanan dan ketertiban masyarakat dan agen perlawanan terhadap jaringan peredaran Narkoba di Indonesia.
Kombes Pol. Ayi Supardan menambahkan bahwa BNPT memiliki program Deradikalisasi yang merupakan suatu proses terencana, terpadu sistematis dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi serta membalikan pemahaman seseorang dari paham radikalisme yang mengarah pada Tindak Pidana Terorisme di Indonesia.
“Oleh karenanya fokus pelaksanaan Deradikalisasi antara lain dilakukan bersama didalam masyarakat maupun dalam program pembinaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan strategi pemantauan, koordinasi dan identifikasi yang selanjutnya dilakukan identifikasi terbuka dan tertutup serta penyusunan SOP penanganan pihak yang terpapar bersama stakeholders terkait,” paparnya.
Sesi terakhir dilakukan tanya jawab oleh perwakilan santri dengan penuh antusiasme yang ditujukan kepada kedua Narasumber diatas.