Jumlah Orang Terpapar HIV/AIDS di Solo Mencapai 399
Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta mendapati jumlah orang yang terpapar virus HIV sepanjang Januari-Oktober 2024 mencapai 399 orang. Jumlah itu ada 93 orang atau 23,36 persen ber-KTP Solo. Temuan ODHA (orang dengan HIV Aids) itu sebenarnya menurun cukup banyak jika dibandingkan tahun lalu. Pada 2023, terdapat temuan kasus baru 454 warga. Dari jumlah tersebut 209 di antaranya ber-KTP Solo. Sementara angka komulatif ODHA yang ditemukan di Kota Solo sejak awal 2005 hingga 2024 berjumlah 6.306 jiwa. Dari jumlah itu 1.410 di antaranya berpenduduk Solo.
Catatan Pemkot Surakarta, tambahan angka baru ODHA tertinggi pada 2017 mencapai 511 kasus dalam setahun. Sementara itu dari 399 kasus baru yang ditemukan tahun ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki sejumlah 302 orang, sedangkan sisanya adalah perempua Adapun umur terbanyak terpapar HIV ini paling banyak usia produktif antara 25-49 tahun sejumlah 214 orang. Kemudian usia 20-24 tahun ada 73 orang.
Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Solo Widdi Srihanto mengakui secara komulatif mencapai 1.410 orang. Sedangkan angka ODHA yang ditemukan Pemkot Surakarta dari luar kota mencapai 4.508. “Kalau Solo benar seribu empat ratusan, kalau KTP-nya luar kota empat ribu lima ratusan. Jadi mereka itu terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan di Solo,” ucap Widdi Srihanto, Jumat (7/11).
Widdi Srihanto juga menyebutkan dari data baru yang ditemukan 399 ODHA yang terpantau rutin mengkonsumsi ARV hanya 259 orang. Dia mengakui banyak juga yang lepas dari pemantauan sehingga sudah tidak lagi mengkonsumsi ARV.
“Yang ARV ini berarti sudah disiplin minum obat, tapi banyak yang tidak rutin pakai ARV, biasanya setelah positif kemudian lepas menghilang alamatnya di mana digoleki gak ada. Mungkin dia malu, terus bisa jadi depresi,” ucapnya.
Perihal angka sebaran kasus orang dengan HIV (ODHiv) baru di dalam kota, kecamatan Banjarsari menduduki peringkat pertama dengan 33 kasus. Kemudian Jebres dan Laweyan 21 dan 20 ODHiv. Sementara Pasar Kliwon dan Serengan masing-masing 12 dan 7 ODHiv.
“Justru sebetulnya semakin banyak yang ditemukan bagi saya itu semakin bersyukur, karena apa ini fenomena gunung es. Kami ini tidak tahu sebanarnya jumlahnya berapa, hanya perkiraan. Jadi mereka orang-orang yang periksa di puskesmas di rumah sakit kemudian terdeteksi, lha mereka ini langsung tertangani,” jelasnya.
Masalah yang muncul, lanjut Widdi, sebenarnya bukan soal medis saja, justru masalah sosial. Banyak yang ditemukan justru orang tidak mampu. Penanganan ODHA ini menurutnya butuh kolaborasi semua stakeholder.
“Jadi banyak mereka yang positif kondisi ekonominya memang orang tidak ada, biaya hidup enggak ada, apalagi biaya sekolah anaknya. Lha ini penanganan ini yang butuh kerja sama dari berbagai pihak, Pemerintah, BAZNAS dan lain-lain.”
KPA Solo bersama Dinas Kesehatan Kota instensif melakukan sosialisasi, perihal bahaya HIV Aids, salah satunya dengan tidak berganti-ganti pasangan. Di sisi lain, Pemkot Surakarta juga intensif melakukan pemeriksaan atau screening untuk mendeteksi pengidap baru.
“Sepanjang Januari sampai Oktober screening dilakukan kepada 22.335 orang,” tutur dia.