Ekspedisi Toba SMSI 2023: Menapak Sejarah Danau Purba yang Indah

Oleh : Henny Murniati, SS (Hubungan Masyarakat SMSI Pusat)

MEDAN-Danau Toba ternyata bukan hanya milik kita orang Indonesia. Danau yang berada di tengah Provinsi Sumatera Utara ini ternyata juga ada di hati orang-orang yang berasal dari belahan dunia lain.

Tidak heran, mereka pun ikut memikirkan kelestariannya, dan juga mempromosikan wisata untuk datang ke mutiara di ujung Pulau Sumatera ini.

Salah satu pemerhati Danau Toba adalah Duta Besar Belanda Lambertus Christiaan Grijns yang saya temui saat rangkaian acara peringatan Hari Pers Nasional di Kota Medan, Sumatera Utara, 9 Februari lalu.

Grijns mengungkapkan bahwa saat ini Danau Toba merupakan salah satu destinasi wisata ekologi (ecotourism) yang menarik perhatian turis asal Eropa, terutama dari negara Belanda.

Selain penduduknya yang ramah, kearifan lokal juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk datang ke Danau Toba.

Menurut Grijns, Danau Toba merupakan paket wisata yang lengkap untuk dikunjungi, terutama keberadaan kearifan lokalnya yang sangat khas.

Karena itu, ia berharap agar pemerintah setempat dan masyarakat bisa menjaga dan melestarikannya. “Yang penting bagi tourisme, heritage (red. kearifan lokal/kebudayaan) harus dijaga. Orang Eropa sangat suka heritage,” tuturnya.

Perhatian terhadap Danau Toba juga diungkapkan wisatawan asing pasangan suami istri asal Collorado, Amerika Serikat Skiply dan Renay, saat ditemui di sela-sela kegiatan k
Ekspedisi Geopark Kaldera Toba SMSI 2023, yang juga menjadi rangkaian acara peringatan HPN 2023.

Usai mendengarkan penjelasan keturunan Raja Siallagan tentang sejarah kerajaan dan tradisi kanibalisme raja terhadap pelaku kejahatan di sekitar Danau Toba tempat kerajaan berada, Skiply dan Renay mengaku sangat menyukai keindahaan dan kebudayaan yang ada di sekitar Danau Toba.

Mereka mengaku sengaja datang ke Indonesia, salah satunya karena tertarik untuk datang dan berlibur ke Danau Toba. “Kami di Indonesia sudah tiga pekan. Kami pilih pergi Manado di Sulawesi selama tiga minggu. Sekarang kami berakhir pekan di Sumatera,” kata Skiply.

Menurut Skiply, ia memilih datang ke Danau Toba karena kebetulan ia bekerja sebagai insinyur sipil yang membuat berbagai bangunan di sekitar kawasan perairan seperti Danau Toba.

“Kami datang karena saya bekerja di dunia air. Saya insinyur sipil. Saya
sangat tertarik danau Toba yang super vulkano. Kami juga ingin melihat kaldera,” tuturnya.

Skiply mengungkapkan bahwa Danau Toba merupakan tujuan wisata air yang sungguh menakjuban.

“Sungguh ini menakjubakan. Penduduknya ramah, gunung dan air terjunnya juga indah. Dan juga danau Toba sangat menakjubkan.

Skiply mengaku akan merekomendasikan tempat-tempat wisata pilihan, terutama Danau Toba kepada teman-temannya yang akan berkunjung ke Indonesia.

“Saya kira setiap orang hendaknya berkunjung ke Indonesia. Kami berkunjung ke Indonesia sudah dua kali. Kami akan memberi rekomendasi teman-teman saya untuk datang ke mari,” tuturnya lagi.

Sementara istrinya Renay mengaku kedatangan mereka ke Danau Toba merupakan yang kedua kalinya. “Kami suka datang ke Toba dan Samosir, budaya Batak. Belajar tentang Batak yang memiliki bahasa yang berbeda-beda, beda budaya. Kami dapat pengalaman banyak di sini,” kata Renay.

Renay mengungkapkan dirinya datang dari daerah kering dan dingin dan bersalju di beberapa kawasan. Tetapi berbeda iklim seperti yang kita lihat beda hutan dan beda binatangnya,” tutur Renay lagi.

Renay mengaku sangat menyukai Danau Toba. “Saya menyukai Danau Toba, besar sekali dan baik. Saya pikir ini karena tercipta oleh semacam super vulcano,” tuturnya.

Ekspedisi Geopark Kaldera Toba SMSI 2023

Mendatangi Danau Toba dengan mengikuti Ekspedisi Geopark Kaldera Toba dari tanggal 4 – 7 Februari merupakan pengalaman yang luar biasa. Kegiatan advanture yang diinisiasi teman-teman di jajaran Serikat Media Siber (SMSI) Sumatera Utara berkolaborasi dengan para pengurus SMSI Pusat yang dipimpin oleh Ketua Umum SMSI Firdaus akhirnya terwujud setelah beberapa kali para pengurus mengadakan rapat koordinasi.

“Alhamdulillah, ekspedisi Toba ini berlangsung dengan baik dan lancar. Ini bisa menjadi cetak biru pelaksanaan ekspedisi SMSI di tahun-tahun yang akan datang,” kata Firdaus.

Dengan kepiawaian para pengurus SMSI Sumatera Utara dan SMSI kabupaten kota bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah setempat dan bantuan pihak swasta, akhirnya ekspedisipun terfasilitasi dengan baik, dan diikuti hampir 200 pengurus SMSI seluruh Indonesia.

Catatan perjalanan kami diawali dari Kabupaten Tapanuli Utara, turun di bandar udara Internasional Silangit.

Ketika pesawat hendak mendarat di Bandara Internasional Silangit, di Kecamatan Siborong-Borong, Tapanuli Utara, kami sudah disambut panorama fantastik keelokan alam Tapanuli utara.

Daerah perbukitan yang menghijau dengan dihiasi pohon cemara menjadi tontonan alami yang menyegarkan mata. Sesekali terlihat lahan jagung yang letaknya tidak jauh dari rumah beratap seng.

“Di sini rumah penduduknya memang beratap seng. Soalnya cuacanya dingin,” ujar Rosminta, salah satu peserta ekspedisi dari Banten tapi kelahiran Sumatera Utara.
Masih segar mata setelah memandang alam Tapanuli Utara, kami kembali disuguhi panorama indah Danau Toba di sela-sela perbukitan saat kendaraan yang kami tumpangi melaju menuju Kampung Ulos Huta Nagodang di Kecamatan Muara.

Kami ternyata terlambat beberapa jam datang. Rombongan sudah terlebih dahulu berkunjung ke Geopark Huta Ginjang yang berada di 1.095 meter di atas permukaan laut, sudut spot melihat Danau Toba yang indah dari ketinggian.

Kampung Ulos Huta Nagodang
Tapi tak mengapa, kekecewaan terobati begitu sampai di Kampung Ulos Huta Nagodang di Kecamatan Muara. Deretan rumah khas Batak yang terletak di tengah persawahan sangat indah untuk dilewatkan.

Sejumlah ibu-ibu duduk sambil merajut ulos dengan alat tenun. Sementara di sisi mereka, beberapa kain ulos yang indah dipajang dengan warna warninya yang indah.

Keahlian menenun di Desa Huta Nagodang merupakn tradisi turun menurun dari nenek moyang mereka. Kain ulos yang ditenun jenis Ulos Harungguon, yang biasa dikerjakan selama 1-2 minggu.

Tapi saat ini, para penenun ulos di Desa Huta Nagadang ini rata-rata sudah lanjut usia, jarang ditemui penenun berusia muda. “Mereka (red. Generasi muda) maunya merantau, tak mau menenun ulos ini,” kata Asti Opusunggu ditemui saat menenun benang menggunakan sorha, alat tenun ulos khas Batak.

Kedatangan kami ke Kampung Ulos ini memang sudah ditunggu tim Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Tapanuli Utara di bawah pimpinan ketuanya Satika br Simamora, yang juga istri Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan, dan para anggota kelompok sadar wisata (pokdarwis) kecamatan setempat.
Saya sedikit merasa surprise begitu bertemu Satika. Di daerah terpencil di Kecamatan Muara, Satika tampil dengan modis mengenakan setelan baju ulos yang sudah dirancang menjadi baju kekinian.

Wajahnya yang cantik khas batak dan kemampuannya berkomunikasi membuatnya menjadi menarik. Tak heran, selain menjadi istri Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan, Satika juga lulusan terbaik Universitas HKBP Nomensen dengan nilai A saat meraih gelar Magister Management-nya.

Satika ternyata sangat konsen dalam memajukan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di daerahnya, terutama dalam pelestarian dan pengenalan tenun ulos tidak hanya ke seluruh nusantara, tapi juga ke dunia luar.

“Kita ada delapan kategori produk kita untuk UMKM, yaitu snack, makanan, minuman, tenun ulos, fashion ulos, tas, souvenir hingga kriya.
Khusus tenun ulos, Satika mengaku sangat bersemangat untuk memperkenalkannya ke dunia luar, sehingga ia berpikir untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya.

“Selama ini, tenun ulos hanya biasa dipakai untuk upacara adat atau sebagai kebudayaan saja, belum dipakai untuk fashion atau mode,” tuturnya.

Karena itu, ia pun mencoba meningkatkan produksi tetapi pembelinya tidak terlalu banyak karena harganya yang relatif mahal dari 300 ribu hingga 15 juta rupiah. Akhirnya, Satika menggunakan serat sintetis sehingga harga kain ulos relatif murah tetapi idenya tersebut sempat ditolak para penenun.

“Untuk meningkatkan kebutuhan ulos, kita melakukan kreasi tenun ulos yang siap pakai. Awalnya kebanyakan penenun menolak ide ini, dan hanya penenun dari Desa Papande Kecamatan Muara yang bersedia berpartisipasi. Setelah Desa Papande sukses, banyak penenun dari daerah lain menjadi terbuka dan ikut bergabung. Sekarang, kreasi tenun ulos dari Tapanuli Utara selalu memenangkan setiap perlombaan fashion di tingkat nasional dan mayoritas penenun kewalahan untuk memenuhi pesanan pembeli,” ujarnya.

Saat ini, tenun ulos menjadi salah satu penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah Tapanuli Utara. Dengan menggerakkan 11 ribu penenun ulos yang ada, potensi ekonomi tenun daerah ini mencapai 1 trilyun rupiah per tahun.

Satika berjuang memperkenalkan tenun ulos tidak akan berhenti meskipun nantinya ia tidak menjadi Ketua Dekranasda lagi.

“Saya berpikir kalau Tuhan berkeinginan saya bisa lebih besar lagi kenapa enggak, berarti Tuhan ingin saya berkontribusi lebih besar lagi terhadap mereka. Karena itu, tetap motivasinya jangan pernah berhenti berbuat baik, jangan pernah hitung-hitungan. Kalau selama ini saya berbuat sebagai Ketua Dekranasda ya mungkin kemampuan saya sampai sini, tapi kalau Tuhan berkehendak saya berada di pusat, berarti perjuangan saya akan lebih besar lagi dari pusat. Yang penting saya tetap ada di hati mereka.”

Melihat Pulau Sibandang dari Dekat

Dari Kampung Ulos Hutanagadang, kami melanjutkan ekspedisi dengan melakukan pelayaran di tengah Danau Toba. Dari Pelabuhan Muara, kami menumpang kapal nelayan yang biasa dipergunakan untuk membawa para wisatawan.

Pelayaran kami sangat mengasyikkan, apalagi khususnya kapal yang saya tumpangi juga ikut serta muda-mudi Tapanuli Utara yang pintar bernyanyi. Sepanjang pelayaran kami ikut berdendang lagu khas Batak, sehingga satu jam pelayaran tidak terasa.

Dalam pelayaran ini, kami bisa melihat kehidupan masyarakat di Pulau Sibandang dari dekat. Pulau Sibandang ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, satu dari delapan kabupaten penyangga kawasan Destinasi Super Prioritas Danau Toba.

Dari atas kapal, kami bisa melihat jajaran pohon Mangga Muara di sepanjang pantai pulau ini. Tapi sayang sekali, musim panen mangga muara ternyata sudah berlalu satu bulan sebelumnya.

“Di sini selain bertanam jagung dan bawang, mereka juga menanam mangga. Mangga Muara sangat terkenal, rasanya asam manis. Usia mangga di sini ada yang mencapai ratusan tahun,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Tapanuli Utara Yulius Caesar Hutauruk yang ikut dalam pelayaran.

Geosite Sipinsur

Hari Kedua Ekspedisi Geopark Kardera Toba SMSI dalam rangkat Hari Pers Nasional tahun 2023, kami awali dengan berkunjung ke Geosite Sipinsur yang terletak di Desa Pearung, Kecamatan Paringinan, Kabupaten Humbang Hasundutuan. Geosite yang berupa taman wisata alami seluasnya 2 hektar dan terletak di ketinggian 1.213 meter dari permukaan Danau Toba.

Begitu memasuki kawasan Geosite Sipinsur, kami sudah disambut dengan barisan pohon pinus yang menjulang tinggi dengan beralaskan hamparan rumput di bawahnya. Sangat asri, sehingga tidak heran tempat ini sering dijadikan tempat pertemuan, wisata keluarga, dan bahkan tak sedikit yang melakukan ibadah bersama.

Dari lokasi Geosite Sipinsur, kami bisa melihat lanskap yang indah panorama Danau Toba beserta Pulau Sibandang. Kapal-kapal nelayan dan kapal wisatawan juga terlihat melintas di tengah Danau Toba menambah indah panorama yang ada. Tapi tak lama kami berada di sini, karena kami harus mengunjungi tempat lain.

Batu Hobon

Setelah melintasi jalan berliku naik turun bukit selama beberapa jam, kami kemudian menuju lokasi tempat pertama kali bermukimnya Raja Batak, Batu Hobon yang terletak di Desa Limbung Sagala, Kecamatan Sianjur. Di sini, kami bisa melihat warisan budaya masyarakat Batak berada.

Batu Hobon sendiri merupakan bebatuan yang sejenis kubah batu lava, yang muncul di permukaan akibat letusan Gunung Pusuk Buhit. Batu ini berdiameter sekitar satu meter dengan bagian bawah berongga. Diperkirakan batu ini merupakan sebuah lorong yang mungkin saja berbentuk goa.

Batu Hobon ini dipercaya sebagai tempat yang sakral dan sering dipakai sebagai tempat ucapara yang diyakini sebagai penghormatan kepada roh leluluhur sekaligus menerima pewahyuan dari nenek moyang, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”.

Dipercaya di dalam Batu Hobon terdapat harta pusaka, alat musik, dan kitab berisi ajaran leluhur dan falsafah Batak.

Gedung Informasi Geopark Kaldera Toba

Usai singgah sebentar di Batu Hobon, kami pun melanjutkan ekpedisi dengan mengunjungi Gedung Informasi Geopark Kaldera Toba, yang terletak di Desa Sigulati, Kecamatan Sianjur. Lokasinya lebih tinggi dari lokasi Batu Hobon.
Di gedung ini, kami mengetahui bagaimana sejarah terjadinya Danau Toba yang ternyata berasal dari letusan Gunung Api Toba.

Namun sayang sekali, saat kami datang ternyata videotron yang biasanya mempertontonkan sejarah Danau Toba sedang diperbaiki, sehingga kami pun hanya melihat sejarah Danau Toba dari layar-layar slide yang ada.

Bukit Sibea-Bea, Lokasi Instagramable

Masih di wilayah perbukitan Pulau Samosir, kami pun kemudian mengunjungi Bukit Sibea-Bea yang akhir-akhir ini viral karena keindahan alamnya. Lokasi ini ternyata memang seindah yang terlihat dari berbagai media baik media mainstream maupun media sosial.

Begitu turun dari mobil, angin semilir langsung menerba wajah. Sepanjang mata memandang, panorama yang indah terlihat sangat “Wah”. Dari berbagai sudut foto, pemandangan dari bukit Sibea-Bea ini memang patut diacungkan jempol.

Perbukitan menghijau mengitari Danau Toba yang berada di tengahnya. Tapi, kami tidak bisa lama di sini karena turun hujan. Meskipun demikian, sopir yang membawa kendaraan tidak membiarkan kami kehilangan momen untuk melihat Danau Toba dari dekat dengan melintasi jalan berkelok delapan.

Kampung Budaya Huta Siallagan
Hari ketiga Ekspedisi Geopark Kaldera Toba SMSI dalam rangka HPN 2023 kami jalani dengan mendatangi Kampung Budaya Huta Siallagan yang masih berada di Pulau Samosir. Kampung ini dalam sejarah terkenal sebagai kampung kanibal.

Sebagai kampung wisata yang baru diresmikan Presiden Jokowi, kampung ini sangat menarik untuk didatangi. Begitu masuk pintu menuju perkampungan, kami sudah disambut dengan deretan rumah Bolon, yaitu rumah adat peninggalan Raja Siallagan.

Apalagi saat para wisatawan dipandu oleh keturunan Raja Siallagan. Dengan piawai, ia bercerita tentang nenek moyangnya, termasuk bagaimana cerita sehingga Raja Siallagan dikenal sebagai kanibal.

Dalam cerita, disebutkan bahwa Raja Siallagan selalu menghukum masyarakatnya yang melakukan kejahatan dengan hukum pancung. Setelah sang penjahat tewas, jantung dan hatinya akan diambil dan dimakan oleh raja, sedangkan bagian tubuhnya ditawarkan kepada masyarakatnya yang berani memakannya.

Jika tidak ada yang berani, potongan tubuh penjahat akan dibuang ke Danau Toba selama tujuh hari tujuh malam. Pada saat itu, tidak boleh ada penduduk yang beraktivitas di dalam danau. Sementara kepala penjahat akan dipasang di depan pintu gerbang sebagai peringatan kepada raja lain atau penduduk untuk tidak melakukan kejahatan serupa.

Penggalan kepala itu baru akan dibuang ke dalam hutan setelah membusuk. Selama tiga hari, warga dilarang beraktivitas di dalam hutan.
Dalam kunjungan ke Kerajaan Siallagan, kami para pengurus SMSI juga diajak menari bersama patung kayu Sigale-gale yang sudah ada sejak zaman kerajaan Suku Batak di Pulau Samosir.

Patung ini sendiri pada zaman dahulu dipakai dalam pertunjukan tari untuk ritual penguburan jenazah Suku Batak. Konon, patung Sigale-gale bisa menari karena adanya roh dari jenazah yang akan dikubur tersebut. Namun, saat ini ketika wisatawan diajak menari patung tersebut bisa menari karena dikendalikan seseorang di belakang patung.

Keliling Kota Siantar Naik Becak Motor Siantar BSA

Siangnya, kami langsung menyeberang ke Pelabuhan Parapat. Setelah istirahat sebentar dan bertemu Kadis Kominfo Pemda Parapat, perjalanan kami kemudian dilanjukan ke Pematang Siantar. Di sana, kami diterima Bupati Pematang Siantar dan dijamu dengan kopi Kok Tong khas Pematang Siantar serta Roti Ganda yang berisi coklat dan kream.

Setelah beberapa sambutan yang disampaikan dari pihak pemda dan SMSI, kami kemudian diajak berkeliling Kota Pematang Siantar dengan mengendarai becak motor (bentor) Siantar BSA. Bentor khas Siantar saat ini sangat langka karena peninggalan jaman colonial Belanda. Jumlahnya pun terbatas hanya sekitar 100 bentor dengan usia yang sudah tua, produksi tahun 1941-1950 an, dengan biaya pajak motor hanya berkisar 50-70 ribu rupiah.

Menikmati angin sore dengan berkeliling menggunakan bentor sangkatlah mengasikkan. Hanya saja, terselip sedikit rasa khawatir saat bentor melintasi tikungan atau naik di tanjakan mengingat dudukan penumpang hanya dihubungkan besi yang dilas ke bagian sepeda motor utama.
Malam pun tiba, sudah waktunya kami menuju Kota Medan untuk mengikuti rangkaian acara Hari Pers Nasional 2023 lainnya.

Sebenarnya, masih banyak destinasi wisata di sekitar Danau Toba yang belum kami kunjungi, tapi perjalanan mengikuti Ekspedisi Georpark Kaldera Toba SMSI dalam rangka Hari Pers Nasional 2023 merupakan paket yang cukup lengkap untuk kami mengenal Danau Toba dari dekat.

Saya teringat lagu Danau Toba yang saya kenal saat masih kecil, memang menggambarkan tentang Danau Toba sesungguhnya.

Danau Toba
Lagu Julius Sitanggang

Di negeriku Indonesia
Ada satu danau yang permai
Yang terluas di dunia
Kebanggaan seluruh bangsa

Oh Danau Toba, Danau Toba
Danau indah dan permai
Oh Danau Toba, Danau Toba
Tiada banding di dunia

Di tengahnya ada pulau
Pulau subur, Pulau Samosir
Aku bangga, ku Bahagia
Karena ku lahir di sana

Oh Danau Toba, Danau Toba
Danau indah dan permai
Oh Danau Toba, Danau Toba
Tiada banding di dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *