Jadi Calon Kapolri Termuda, Listyo Harus Perkuat Soliditas Polri
korandetak.com, Jakarta– Penunjukan Komisaris Jenderal (Komjen Pol.) Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri membawa angin segar di tubuh Polri. Karena mampu melanjutkan reformasi Polri. Tentu harus siap dengan berbagai tantangan dalam menjalankan tugasnya.
Komjen Listyo merupakan Akpol Angkatan 1991. Dari lima nama Jenderal yang diajukan Kompolnas ke Presiden Joko Widodo, dia merupakan jenderal termuda.
Dipilihnya Listyo juga menuai sorotan, karena akan melangkahi dua angkatan setelah kapolri saat ini Jenderal Idham Azis, yang merupakan Akpol Angkatan 1988.
Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas, Gardi Gazarin mengatakan, tantangan yang harus bisa dilalui oleh Komjen Listyo ialah bukan hanya mencegah kejahatan konvensional melainkan mampu menjaga soliditas.
“Pertama, tantangan masalah aksi teror atau kelompok radikal lainnya. Tapi yang penting kalau saya cermati masalah soliditas internal Polri dengan soliditas tinggi maka apapun tantangannya, ke depan akan lancar,” katanya dalam diskusi virtual yang diadakan *Beranda Ruang Diskusi* dan dipandu Yophiandi dari Kompas TV, Jumat (22/01/2021).
Apalagi selama ini pergantian Kapolri dalam kurun waktu setahun hingga dua tahun belakangan tidak pernah lepas dari soliditas. Hal itu juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19.
“Kan apalagi era pandemi dicari soliditas internal, menyusul dengan institusi terkait. Seperti TNI kemudian dari Satgas Covid-19 termasuk dengan stake holder lain,” jelasnya.
“Dari Kapolri sekarang yang dibutuhkan kekompakan. Karena dengan Kapolri ini kompak di internal maupun di luar saya yakin semua beres,” tambahnya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad, Prof. Muradi menyatakan, ketika Presiden sudah menunjuk satu nama menjadi Kapolri, maka di tubuh Pori semuanya akan ikut nurut.
“Ketika Presiden sudah menunjuk satu nama. Maka di internal biasanya manut jarang sekali ada dinamika yang akan membuat terbelah dan sebagainya,” imbuh Prof. Muradi.
Mengenai penunjukan Kapolri yang statusnya lebih muda dari angkatan Polri lainnya sudah pernah terjadi sebelum masa reformasi. Dia memandang hal tersebut tidak masalah.
“Penunjukan Kapolri yang lebih mudah, saya kira bukan pengalaman pertama. Kalau di era reformasi dua kali. Sebelumnya ada zaman pak Harto jauh lebih muda. Saya kira normal-normal saja,” ujarnya.
Menurutnya pembawaan calon Kapolri tunggal itu cukup supel. Apalagi ketika DPR menyetujuinya menjadi Kapolri, Listyo langsung melakukan kunjungan ke petinggi partai politik.
“Pak Sigit punya pendekatan yang mirip dengan Pak Tito. Ini memang agak lebih lentur mugkin lebih banyak bergaul juga dengan berbagai pihak. Salah satunya politisi,” tuturnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara menyebut salah satu tantangan ke depan Kapolri adalah menurunkan angka aduan kepolisian. Karena hampir setiap tahun angkanya peringkat pertama, sebagai institusi yang paling banyak diadukan.
“Pekerjaan rumah bersama kita. Bukan hanya tanggung jawab kepolisian, tapi jadi tanggung jawab Komnas HAM. Bukan soal bicara kasus saja, tapi ada peningkatakan kapasitas,” kata Beka.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Rusdi Hartono meyakini, bahwa calon Kapolri Komjen Listyo dapat membawa instutusi Polri menjadi semakin baik. Serta lebih dicintai oleh masyarakat
“Ke depan komitmen dari Komjen Listyo ketika menjadi Kapolri nanti bagaimana membawa institusi ini lebih baik. Dipercaya dan dicintai oleh masyarakat,” jelas Rusdi.
Sementara itu Ahli Pers Dewan Pers yang juga Dosen Hukum Media Universitas Atma Jaya Christiana Chelsia Chan berharap kepada Kapolri baru agar MoU antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia dapat disosialisasikan hingga ke seluruh jajaran kepolisian resort agar masalah terkait pemberitaan diselesaikan di Dewan Pers sesuai dengan UU 40/1999 tentang Pers.
“Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 pasal 4 ayat 1 menyebutkan para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Chelsia.
Chelsia menyatakan agar tidak ada lagi kekerasan terhadap wartawan dalam melaksanakan tugasnya, dan juga agar Polri tidak melakukan kriminalisasi wartawan melalui UU ITE, seperti yang terjadi di sejumlah daerah.
“Pasal 8 UU Pers memberikan wartawan dalam melaksanakan tugas profesi nya mendapat perlindungan hukum” pungkas nya. (rv)