Budaya Sunda Wiwitan
Penulis : Leni Maryani
Sampurasun
Pun sampun ka Hyang Rumuhun , pun sampun ka Ibu Bumi ,ka bapa angkasa , pun sampun ka Nyi Pohaci
Seja amit mipit ngala menta, seja babakti ka Hyang Rumuhun , ka sabuderan awun Hung ang ung
korandetak.com, Kuningan – Disaat tradisi dan adat suku di Indonesia mulai tergerus oleh kekinian, dan bahkan enggan melirik adat dan ajaran leluhur Nusantara ( terdahulu sebelum adanya kita saat ini ), sangat bahagia manakala di wilayah pasundan di bawah kaki gunung ceremai Cigugur Kabupaten Kuningan, dimana tempat berpusat di pendopo paseban Tri Panca , kediaman Rama Sepuh Djatikusuma, yang di bangun Tahun 1840 M, Tradisi yang hingga saat ini terus di lakukan secara rutin yaitu Seren Taun pada tanggal 22 Rayagung Saka bulan akhir, perhitungan kalender Sunda .
Seren Taun sendiri artinya pelepasan tahun. Sehingga upacara adatnya dilaksanakan di akhir tahun dan mendekati awal Tahun Baru Saka. Banyak ritual yang dilakukan yang bersifat sakral dan kesenian musik serta tari daerah yang akan ditampilkan sebagai hiburan.
Upacara ini pun di hadiri oleh pemerintahan kabupaten Kuningan, Tokoh adat dan agama, para pupuhu dan sekuruh masyarakat desa Cigugur.
Seren taun merupakan pemersatu keseluruhan, baik dari agama, adat dan budaya.
Seren taun merupakan ungkapan Rasa syukur akan hasil Tani pada Tuhan Yang Maha Esa dan meminta perlindungan untuk musim tanam mendatang, Boleh dikatakan mirip dekan upacara tradisi sedekah Bumi.
Inti dari upacara adat Seren Taun adalah Padi karena Desa Cigugur dan sekitarnya merupakan daerah pertanian dan Padi dianggap sebagai lambang kemakmuran.
Dimana di yakini dewi padi atau Nyi Pohaci atau Dewi sri sebagai penjaga padi, Puncak upacara Seren taun pada tanggal 24 Agustus 2019,atau dalam saka Sunda 22 Rayagung 1952, Dalam mengikuti setiap ritual sangat berkesan dan Rasa Syukur, bahwa saya benar benar di perkenankan untuk memgenal lebih dalam lagi apa itu adat, ajaran dan pikukuh Sunda Wiwitan, terlebih tema Seren taun.
Jejem Pamjeg Ngamumule Adat Budaya Karuhun Pikeun Mageuhkeun Ajen Kabangsaan
Dalam Bahasa Indonesia adalah Mempertahankan Adat dan Budaya Leluhur Nusantara Demi Persatuan dan Kerukunan Bangsa ( ketua Panitia Seren taun paseban cigugur dalam catatan buku saya)
Adapun acara dan Ritual yang saya ikuti hingga Upacara Puncaknya, sampaikan sesuai berita acara dalam Undangan yang di terima.
Pada hari pertama ritual yaitu Mesek pare, Siraman, Damar Sewu yaitu menyalakan seribu obor dan Tari Puragabaya Gebang yang dilaksanakan di Halaman Komplek Pendopo Paseban Tri Panca Tunggal.
Ini di lakukan oleh masyarak adat cigugur , mesek pare artinya mengupas padi untuk di jadikan beras, siraman dimana sungkeum pada orang tua dimana disini sebagai orang tua Rama Sepuh Djatikusuma dan Ibu Sepuh Emila Djatikusuma, dan anak anak perawan dan bujang , dama sewu adalah penerang arah jalan menuju paseban berupa 1000 obor.
Masyarakt adat desa cigugur berdatangan dengan membawa hasil panen berupa padi dan hasil bumi lainnya dan disimpan dalam lumpang , dalam upacara ini di wajib kan mengunankan kebawa atau baju serba putih , yg melambangkan kebersihan hati dan jiwa penuh suka cita.
Hari ke dua Ritual yang dilakukan adalah Ritual Pesta Dadung, Pembuangan hama, Penanaman pohon, pemukulan seribu kentongan yang dilaksanakan di Situ Hyang. Ini merupakan upacara sakral meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar hama dan unsur negatif tidak mengganggu kehidupan manusia. Untuk hiburan ada Tari Kaulinan Barudak Lembur, Rampak Kendang dan pentas kesenian ini dilaksanakan di halaman Pendopo.
Hari ke tiga , Perlombaan Rakyat yaitu panjat pinang, egrang, balap karung tarik tambang dan lomba rakit. Pada malam harinya ada pentas seni Ronggeng Gunung. Acara ini sekaligus untuk memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia ke 74 tahun. Bertempat di lapangan dan kolam belakang paseban . Bahkan Rama Anom ( putra sulung Rama dan Ibu Sepuh ) , ikut serta dalam lomba rakit, semua penuh suka cita.
Hari ke empat, Dialog Kebangsaan dengan Sub Tema:
Konsistensi Dalam Mempertahankan Adat dan Budaya Leluhur Nusantara Demi Keutuhan NKRI
Pada malam harinya pentas kesenian, tarawangsa ( tarian buhun ), angklung takol, Rampak Sekar Murangkalih (anak-anak) dan ibu-ibu. Dilaksanakan di Taman Sari Paseban.
Hari ke Lima, Acara Bakti sosial dilanjutkan dengan Helaran Budaya keliling Kota Kuningan dengan mengunakan delman, semua yang ikut menggunakan baju adat , berakhir di Gedung Paseban, dilanjutkan dengan pentas kesenian:
Tari Batik, Kidung Spiritual, Tari Pwah Aci merupakan kisah klasik Sunda. Pwah Aci atau Dewi Sri adalah utusan dari Jabaning Langit yang turun ke bumi memberikan kesuburan bagi para petani.
Melalui gerak dan ekspresi tarian ini mengungkapan rasa hormat dan bhakti kepada Sang Pemberi Hidup.
Lalu Ngareremokeun merupakan upacara sakral di dalam tradisi Sunda Wiwitan, upacara ini intinya mempertemukan dan mengawinkan benih padi jantan dan betina,inilah acara inti dan sangat sakral .
Hari Puncak dari serentetan acara dan ritual Seren taun , yang di gelar di halaman Taman sari paseban, menampilkan Tari Jamparing Apsari, Tari Puragabaya Gebang, Tari Buyung, Angklung, Kamonesan/memeron, kecapi.