Irjen Pol Mashudi : Pemberian Remisi Terhadap Setnov Sudah Sesuai UU

Pemberian remisi dan pembebasan bersyarat menjadi sorotan publik setelah mantan Ketua DPR, Setya Novanto (Setnov) resmi memperoleh bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025 kemarin. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan karena Setnov merupakan terpidana kasus korupsi besar proyek KTP elektronik yang merugikan negara triliunan rupiah.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Mashudi mengungkapkan, pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat telah menjadi hak semua narapidana yang memenuhi syarat, tanpa terkecuali. Termasuk terpidana perkara korupsi. Menurutnya dalam Pasal 10 ayat  (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mengatur remisi diberikan kepada seluruh warga binaan tanpa diskriminasi.

“Baik itu pidana kasus korupsi maupun terorisme. Yang dikecualikan hanya narapidana dengan hukuman mati dan seumur hidup,” jelas Mashudi saat ditemui usai acara di Gedung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Menurutnya, remisi tidak serta-merta diberikan begitu saja, melainkan melalui mekanisme berjenjang. Mulai dari pengawasan pembinaan oleh Kepala Unit Pelaksanaan Teknis (KUPT), sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), hingga persetujuan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).

“Kriterianya jelas berkelakuan baik, mengikuti pembinaan, dan menunjukkan penurunan risiko perilaku,” katanya.

Dalam rangka Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT-RI) ke-80, pemerintah memberikan remisi kepada ratusan ribu narapidana. Tercatat, 179.312 narapidana memperoleh remisi umum dan 192.983 lainnya menerima remisi dasawarsa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.917 narapidana langsung bebas karena memperoleh remisi umum II, sementara 4.186 narapidana langsung bebas karena mendapat remisi dasawarsa II.

Tidak hanya orang dewasa, anak binaan juga mendapatkan pengurangan masa pidana. Sebanyak 1.369 anak menerima pengurangan pidana umum (PMPU), dengan 33 di antaranya langsung bebas. Sedangkan 1.361 anak menerima pengurangan pidana dasawarsa (PMPD), dan 35 di antaranya bebas murni.

Pemberian remisi tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kepmenimipas). Antara lain Kepmenimipas Nomor PAS-1360.PK.05.03 Tahun 2025 tentang Pemberian Remisi Umum, serta PAS-1361.PK.05.03 Tahun 2025 tentang Remisi Dasawarsa. Dengan adanya pengurangan masa pidana ini, negara menghemat anggaran makan warga binaan sebesar Rp639 miliar.

Kendati demikian, publik tetap mempertanyakan pemberian remisi kepada terpidana korupsi. Mashudi pun menekankan, Ditjen PAS tidak memiliki kewenangan menambah syarat atau membatasi kelompok narapidana tertentu di luar yang sudah diatur undang-undang.

“Kalau mau diperketat, aturannya harus diubah di undang-undang. Kalau kami melanggar undang-undang, itu justru salah. Jadi yang mengatur bukan kami, tapi undang-undangnya,” tegasnya.

Kepala Kanwil Ditjen PAS Jawa Barat, Kusnali pun menyebut pemberian bebas bersyarat kepada Setnov sesuai aturan karena ia telah menjalani dua pertiga dari masa pidana 12,5 tahun yang dijatuhkan setelah putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung.

“Namun statusnya tetap wajib lapor hingga 2029,” terangnya sebagaimana dilansir Antara.

Terpisah, anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra berpendapat remisi adalah hak hukum yang tidak boleh dibatasi semata-mata karena status atau jenis kejahatan. Polemik pemberian remisi pada terpidana korupsi juga seharusnya tidak dilepaskan dari prinsip konstitusional dan undang-undang yang berlaku.

“Kalau publik ingin ada pengecualian, jalurnya adalah revisi undang-undang, bukan menolak hak yang sudah dijamin oleh hukum,” pungkas Soedeson.